Proses
Pembuatan Panel Surya
Pada dasarnya, pembuatan sel surya
tidak ubahnya pembuatan microchip yang ada di dalam peralatan elektronika
semisal komputer, televisi maupun alat pemutar musik digital MP3. Banyak
teknologi yang dipakai oleh sel surya mengadopsi dan mengadaptasi teknologi
pembuatan microchip karena teknologi microchip sudah mapan jauh sebelum booming sel surya yang
baru muncul belakangan di akhir 1980-an.
Teknologi pembuatan microchip
maupun sel surya sama-sama bersandar pada konsep nanoteknologi. Yakni sebuah
konsep revolusioner dalam merekayasa perilaku dan fungsi sebuah sistem pada
skala molekul atau skala nanometer (berdimensi ukuran se-per-milyar meter).
Sistem yang dimaksud ini dapat berupa molekul-molekul, ikatan kimia, hingga
atom-atom yang menyusun sebuah produk. Yang direkayasa ialah perilaku atom atau
molekul-molekulnya tadi dengan jalan menyesuaikan kondisi pembuatan atau
lingkungan molekul atau atom yang dimaksud.
Ilustrasi
Nanoteknologi. Saking kecilnya produk nanoteknologi, hingga seekor semut pun
dapat turut membantu mengangkat sebuah microchip.
Sebagai contoh nyata yang
umum pada dunia akademik maupun industri mikrochip ialah, kita dapat mengatur
di mana sebuah molekul atau atom tersebut menempel di bagian tertentu pada
komponen microchip atau sel surya, atau "memrintahkan" ia berpindah
dari satu tempat ke tempat lain ketika arus listrik atau temperatur
disesuaikan. Pengaturan atau perekayasaan perilaku molekul atau atom ini sangat
berguna untuk menyesuaikan produk sebuah teknologi untuk keperluan sehari-hari.
Hal ini terlihat jelas jika melihat kegunaan komputer dewasa ini yang semakin
cepat dan poweful justru ketika ukuran prosesor-nya semakin kecil dan memori
yang semakin padat. Atau kita melihat bagaimana rekayasa molekul dapat
menghasilkan tanaman yang mengasilkan buah dan bibit yang berkualitas lebih
unggul.
Perbesaran
dari bagian internal sebuah prosesor komputer/semikonduktor
Yang kadang terlupakan,
nanoteknologi tidak hanya menyentuh persoalan bagaimana membuat, namun juga
bagaimana menguji dan mengamatinya, yang jelas membutuhkan alat yang sama-sama
berangkat dari konsep yang sama dan dimensi ukuran yang sama. Semisal, ketika
ingin mengetahui sebuah produk apakah bagus atau tidak, maka perlu melalui
serentetan pengujian dan analisa yang berujung pada sebuah kesimpulan bagus
atau jeleknya sebuah produk. Jika produknya memiliki ukuran satu helai rambut
dibelah 1000, maka alat penguji dan pengamatnya harus mampu menjejak dengan
ketelitian hingga sebesar itu pula.
Perlu penulis tegaskan, nenoteknologi
ini ialah konsep yang sangat mahal, mahal dalam arti kata sebenarnya. Sangat
banyak prasyarat maupun biaya yang harus dipenuhi sebelum memulai sebuah
penelitian dalam skala nanoteknologi, apalagi untuk membawanya ke arah
komersialisasi yang melibatkan investasi yang tidak sedikit dan kerumitan yang
tinggi.
Ada syarat kebersihan ekstra
jika kita hendak mengadopsi konsep nanoteknologi. Semakin kecil sebuah produk,
maka jika ada kotoran atau debu saja yang menempel pada produk tersebut (yang notabene
berukuran sama), maka produk nanoteknologi tersebut tidak akan berfungsi dengan
baik. Sehingga, salah satu investasi ekstra jika hendak menekuni nanoteknologi
ialah membangun fasilitas entah itu pabrik atau laboratorium yang sangat-sangat
bersih sesuai dengan standar yang berlaku, yang disebut dengan Clean Room
(lihat gambar 3 berikut).
Situasi
di sebuah Clean Room. Perhatikan baju khusus anti debu yang dipakai para
pekerja di sebuah Clean Room.
Standar pembuatan sel surya
jenis silikon melalui beberapa proses implantasi (pemasukan) atom-atom lain ke
dalam material silikon yang melibatkan proses kimiawi difusi gas pada
temperatur di atas 800 derajat Celcius. Proses ini apabila tidak teliti akan
mengakibatkan kebocoran dan sangat berbahaya karena mempergunakan gas yang
beracun bagi kesehatan. Alat yang dipergunakan sendiri jelas harus mampu
membangkitkan, mengatur dan mempertahankan proses di dalam temperatur tinggi
tersebut. Pembuatan sel surya sendiri melalui beberapa tahap proses yang serupa
dengan proses implantasi ini dalam temperatur yang berbeda-beda. Jelas tidak
boleh terdapat adanya pengotor semacam debu yang ditolerir selama proses
berlangsunng karena bila ada, maka sel surya akan gagal total.
Sebenarnya. jika kita melihat
alat dan proses yangterlibat dalam pembuatan sel surya secara langsung, maka
kesan angker dan sakralnya proses tersebut akan hilang dengan sendirinya (lihat
gambar di bawah ini). Prosesnya melibatkan otomatisasi dan komputerisasi.
Alatnya sendiri terbungkus rapi di dalam sebuah lemari besi berjendela kaca
sehingga aman ketika dioperasikan. Hanya saja, untuk berinvestasi membeli,
mempergunakan serta merawat alat tersebut, biaya yang dikeluarkan sangatlah
mahal untuk ukuran kita sehingga mustahil bagi industri kecil apalagi perseorangan
untuk membuat sel surya sendiri. Terlebih dalam menyediakan gas khusus yang
dibutuhkan untuk implantasi atom yang tidak sembarangan dalam penanganannya.
Download
Versi PDF di http://plts.like.to
Salah
satu alat untuk melakukan proses difusi atom ke dalam silikon yang mengandalkan
plasma.
Kerumitan
pembuatan sel surya ada pada tahap pengecekan efisiensi sel yang baru dibuat.
Memeriksa apakah sel surya itu dapat berfungsi dengan baik dan dengan efisiensi
yang baik membutuhkan peralatan tersendiri dan tidak sembarangan untuk sekedar
dirakit. Peralatan ini mensimulasikan besarnya energi cahaya matahari dan harus
dikalibrasi dengan standar tertentu. Simulasi ini harus mendekati kondisi
sebenarnya penyinaran cahaya matahari. Alat yang dperlukan untuk ini ialah
solar simulator yakni alat yang mensimulasikan energi cahaya matahari dan
mengukur respon sel surya terhadap cahaya matahari yang akhirnya menghitung
efisiensi sel surya.
Download
Versi PDF di http://plts.like.to
Prinsip
kerja sebuah Solar Simulator
Solar
simulator yang dijual di pasaran.
Untuk meniru energi yang
dipancarkan oleh matahari, Solar Simulator ini dilengkapi dengan lampu yang
berisi gas Xenon yang mampu memberikan kondisi yang nyaris persis sama dengan
matahari. Sel surya yang hendak diukur efisiensinya, diletakkan di bagian yang
telah ditentukan. Hasil akhir dari simulasi ini ialah berapa besar efisiensi
dan daya yang mampu dihasilkan oleh sebuah sel surya. Biasanya pengukuran ini
dilakukan pada tahap paling akhir pembuatan sel surya.
Download
Versi PDF di http://plts.like.to
Apa yang dapat kita
dilakukan?
Penulis melihat meski sel
surya tidak dapat dikembangkan secara sembarangan, ada beberapa hal yang perlu
dicermati sebagai pintu masuk terlibatnya masyarakat kita turut aktif
mengembangkan sel surya. Penulis urutkan dari tingkatan paling ideal hingga
yang paling realistis untuk dilakukan.
1. Peleburan dan pembuatan
wafer silikon
Kalau negara kita mengklaim
memiliki kekayaan alam pasir silika yang dapat diolah menjadi silikon, maka ini
perlu dibuktikan dengan memproduksi sendiri silikon yang diperlukan. Negara
kita cukup mampu dalam mengolah bijih-bijih logam dan mustinya mampu pula
mengolah pasir silika menjadi bijih silikon. Namun, jika kemampuan finansial
maupun teknik bangsa kita masih kalah jauh dengan negara yang sudah maju dalam
pembuatan wafer silikon monokristal untuk semikonduktor, maka cukuplah membidik
pangsa pasar wafer silikon polikristal untuk sel surya yang level pembuatannya
relatif lebih mudah dilakukan.
Pasir silika, menunggu
untuk diubah menjadi sel surya
Sejatinya, industri wafer
silikon ialah sebuah industri strategis berteknologi tinggi. Posisinya sama
dengan industri dirgantara, kapal laut maupun industri baja. Hal ini berkaitan
dengan peran vital silikon dalam industri elektronik. Tidak ada industri
elektronik manapun yang tidak membutuhkan silikon. Bila sebuah gedung dapat
berdiri tegak karena memanfaatkan baja dan pesawat dapat terbang karena
menggunakan aluminium, maka komputer dan alat elektronika lain dapat berfungsi
karena adanya wafer silikon ini.
Apabila negara kita dapat
memiliki industrri strategis di bidang ini, maka kontribusi Indonesia terhadap
industri dunia menjadi sangat siginifikan. Sebagai contoh terdekat dengan
penulis saat ini, Korea Selatan saat ini menjadi pemimpin dalam bidang memori
RAM komputer dengan merek Samsung maupun Hynix. Meski demikian, merka tetap
bersikeras membuat wafer silikon sendiri demi mengurangi ketergantungan
industri memorinya dari wafer silikon buatan luar. Efek positif dari pembuatan
wafer sendiri ialah tingkat kecepatan suplai bahan baku wafer serta
meningkatnya sisi konpetitif dan ekonomis dari memori buatan Korea di pasar
dunia.
2. Impor mesin-mesin
pembuatan sel surya.
Langkah China dalam
memasarkan sel surya di negaranya maupun di pasaran dunia cukup menarik untuk
dicermati. Industri-industri China tidak membuat material dasar wafer silikon
untuk sel surya karena mereka tahu investasinya akan sangat besar. Mereka juga
tidak memiliki kemampuan dalam membuat mesin-mesin yang dipergunakan
pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam skala besar.
Mesin pembuat
sel surya yang telah terintegrasi. Perlu ada investasi untuk membelinya dari
luar negeri.
Hanya saja, strategi mereka
ialah, mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari
investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari
negaa-negara lain semisal, Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan
komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel surya made in China saat
ini bersaing di pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah di negara
sendiri tentunya. Hal ini penulis saksikan sendiri dalam ajang pameran dan
konferensi ilmiah sel surya tahun 2005 di Shanghai, China. Mungkin strategi ini
dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia.
3. Industri assembly.
Kerumitan pembuatan sel surya
tidak terlalu ditemui pada proses enkapsulasi sel surya menjadi sebuah modul
surya. Sebagai informasi, sel surya sendiri berukuran sekitar 5 x 5 atau 10 x
10 cm persegi. Sel sebesar ini hanya dapat mengkonversi cahaya matahari menjadi
listrik berdaya sekitar 1 – 2 Watt saja. Untuk dapat digunakan secara praktis,
seitar 30 hingga 50 buah sel surya ini dirangkaikan satu sama lain agar
menghasilkan daya keluaran sekitar 50 hingga 75 Watt. Rangkaian sel surya ini
disebut dengan modul surya dan modul surya-lah yang sebenarnya dijual dipasaran
yang terdiri atas sekian buah sel surya (Gambar 8). Dengan menata seberapa
besar kebutuhan listrik, maka tinggal dihitung saja berapa banyak modul surya
yang perlu dibeli, kemudian digabung dan dirangkaikan kembali agar menghasilkan
daya keluaran sesuai dengan kebutuhan listrik rumah tangga misalnya. Rangkaian
modul surya ini disebut dengan panel surya.

Contoh
modul sel surya yang dipasarkan. Perhatikan adanya sel surya di dalam modul
yang telah dirangkai dan dienkapsulasi menjadi satu susunan besar modul surya.
Sejauh yang penulis ketahui,
proses enkapsulasi sel surya menjadi modul surya relatif lebih mudah dilakukan
oleh industri menengah karena inti kegiatannya sama dengan proses assembly,
atau merangkai sesuatu dari komponen-komponen yang sudah jadi. PT LEN, sebuah
BUMN konon kabarnya sudah mampu meng-assembly sel surya menjadi modul surya
yang siap dipasarkan. Melalui langkah ini. industri assembly sel surya tidak
perlu berinvestasi pada penambangan, peleburan dan pembuatan wafer silikon.
Jalan umum yang diambil hanyalah mengimpor sel surya yang sudah jadi, kemudian
merangkainya menjadi modul dan menjualnya kembali ke pasaran.
4. Pembuatan komponen
pelengkap sel surya.
Hal terakhir yang mungkin
penulis sarankan ialah menekuni pembuatan komponen sel surya (disebut dengan
balance of system lihat Gambar 8), semacam inverter DC ke AC, kabel-kabel, aki
atau baterei, beberapa kontroler yang penulis yakin sudah cukup dikuasai
industri elektronika di Indonesia. Jelas keuntungan produk Indonesia yang
relatif murah mustinya dapat merajai pasar komponen untuk sel surya di tanah
air. Sebagai tambahan, mungkin desain perumahan atau gedung yang siap merespon
pemakaian sel surya di Indonesia dapat menjadi lahan bagus buat para arsitek.
Komponen-komponen
pelengkap sel surya agar dapat bekerja (Balance of System)
Download
Versi PDF di http://plts.like.to
Antara Ilmu dan Investasi
Akhirul kalam, dengan
menurunkan artikel ini, dengan semangat dan cita-cita dan masukan dari peminat sel
surya yang berniat untuk mengusahakan sel surya sendiri, atau beberapa pihak
yang telah melihat potensi alam Indonesia yang kaya pasir silika tidak akan
surut langkahnya untuk melirik energi alternatif lain di masa depan. Tidak
kurang dari profesional, masyarakat awam hingga Pejabat setempat menanyakan
kemungkinan membuat sel surya sendiri.
Namun penulis berpegang bahwa
itulah manfaat ilmu, yakni mengkaji dan meluruskan serta memberikan sebuah
rekomendasi sebagai respon atas pandangan umum di tengah-tengah masyarakat
mengenai sebuah produk teknologi, dalam hal ini sel surya. Sel surya sebagai
produk teknologi tidak lepas dari peran investasi sebagai konsekuensi logis
dari visi produksi massal sel surya guna mengatasi tantangan energi di masa depan.
Tanpa investasi baik dalam tataran penelitian, pengembangan maupun produksi,
hasil teknologi tidak dapat dinikmati oleh masyarakat luas melainkan teronggok
di dalam lemari perpustakaan atau sekedar bahan laporan akhir atau sekedar
karya ilmiah kecil.
Sebagai penutup, penulis
menegaskan bahwa negara kita apalagi kita perseorangan, tidak mungkin alias
mustahil membuat sel surya sendiri meski dengan menggunakan bahan-bahan alam
dari bumi pertiwi tanpa investasi besar dan langkah yang serius. Mungkin pemerintah
perlu segera membuat langkah nyata agar investor antuisias menanamkan modal
untuk mengolah potensi silikon serta membangun iklim penelitian dan investasi
di area sel surya yang kondusif. Dengan catatan, pemerintah musti sudah bervisi
ke depan mempersiapkan konsep energi yang berkelanjutan, bersih dan murah.
Update
Editor By : Vans Doc Collections @dec2014
http://kerja-freelance-part-time.blogspot.com
Download
Versi PDF di http://plts.like.to